Minggu, 23 Oktober 2016

8 hal yang disunnahkan saat Idul Fitri

 Berikut penjelasan para ulama tentang sunah-sunah Rasulullah yang berkaitan dengan hari raya, yang Arrahmah kutip dari risalah Ummu ‘Athiyah pada Muslimah.or.id, Kamis (16/7/2015).

1. Mandi pada hari raya

Sa’id bin Al Musayyib berkata: “Sunah hari raya ‘idul Fitri ada tiga: berjalan menuju lapangan, makan sebelum keluar dan mandi.”

2. Berhias sebelum berangkat sholat ‘Iedul Fitri

Disunahkan bagi laki-laki untuk membersihkan diri dan memakai pakaian terbaik yang dimilikinya, memakai minyak wangi dan bersiwak. Sedangkan bagi wanita tidak dianjurkan untuk berhias dengan mengenakan baju yang mewah dan menggunakan minyak wangi.

3. Makan sebelum sholat ‘Idul Fitri

“Dari Anas RodhiyAllahu’anhu, ia berkata: Nabi sholAllahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar rumah pada hari raya ‘Iedul fitri hingga makan beberapa kurma.” (HR. Bukhari). Menurut Ibnu Muhallab berkata bahwa hikmah makan sebelum sholat adalah agar jangan ada yang mengira bahwa harus tetap puasa hingga sholat ‘Ied.

4. Mengambil jalan yang berbeda saat berangkat dan pulang dari sholat ‘Ied

Hal ini sebagaimana yang dilakukan Rasulullah, beliau mengambil jalan yang berbeda saat pulang dan perginya (HR. Bukhari), diantara hikmahnya adalah agar orang-orang yang lewat di jalan itu bisa memberikan salam kepada orang-orang yang tinggal disekitar jalan yang dilalui tersebut, dan memperlihatkan syi’ar islam.

5. Bertakbir

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat menunaikan sholat pada hari raya ‘ied, lalu beliau bertakbir sampai tiba tempat pelaksanaan sholat, bahkan sampai sholat akan dilaksanakan.
Dalam hadits ini terkandung dalil disyari’atkannya takbir dengan suara lantang selama perjalanan menuju ke tempat pelaksanaan sholat. Tidak disyari’atkan takbir dengan suara keras yang dilakukan bersama-sama.
Untuk waktu bertakbir saat Idul Fitri menurut pendapat yang paling kuat adalah setelah meninggalkan rumah pada pagi harinya.

6. Sholat ‘Ied

Hukum sholat ‘ied adalah fardhu ‘ain, bagi setiap orang, karena Rosulululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mengerjakan sholat ‘Ied. Sholat ‘Ied menggugurkan sholat jum’at, jika ‘Ied jatuh pada hari jum’at.
Sesuatu yang wajib hanya bisa digugurkan oleh kewajiban yang lain (At Ta’liqat Ar Radhiyah, syaikh Al Albani, 1/380).
Nabi menyuruh manusia untuk menghadirinya hingga para wanita yang haidh pun disuruh untuk datang ke tempat sholat, tetapi disyaratkan tidak mendekati tempat sholat.
Selain itu Nabi juga menyuruh wanita yang tidak punya jilbab untuk dipinjami jilbab sehingga dia bisa mendatangi tempat sholat tersebut, hal ini menunjukkan bahwa hukum sholat ‘Ied adalah fardhu ‘ain.
Waktu Sholat ‘Ied adalah setelah terbitnya matahari setinggi tombak hingga tergelincirnya matahari (waktu Dhuha). Disunahkan untuk mengakhirkan sholat ‘Iedul Fitri, agar kaum muslimin memperoleh kesempatan untuk menunaikan zakat fitrah.
Disunahkan untuk mengerjakan di tanah lapang di luar pemukiman kaum muslimin, kecuali ada udzur (misalnya hujan, angin kencang) maka boleh dikerjakan di masjid.
Dari Jabir bin Samurah berkata: “Aku sering sholat dua hari raya bersama nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa adzan dan iqamat.” (HR. Muslim)
Tidak disunahkan sholat sunah sebelum dan sesudah sholat ‘ied, hal ini sebagaimana perkataan Ibnu Abbas bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam sholat hari raya dua raka’at. Tidak ada sholat sebelumnya dan setelahnya (HR. Bukhari: 9890)
Untuk Khutbah sholat ‘ied, maka tidak wajib untuk mendengarkannya, dibolehkan untuk meningggalkan tanah lapang seusai sholat. Khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamtidak dibuka dengan takbir, tapi dengan hamdalah, dan juga tanpa diselingi dengan takbir-takbir.
Beliau berkutbah di tempat yang agak tinggi dan tidak menggunakan mimbar. Rasulullah berkhutbah dua kali, satu untuk pria dan satu untuk wanita, ketika beliau mengira wanita tidak mendengar khutbahnya.

7. Ucapan selamat Hari Raya

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang mengucapkan selamat pada hari raya dan beliau menjawab: “Adapun ucapan selamat pada hari raya ‘ied, sebagaimana ucapan sebagian mereka terhadap sebagian lainnya jika bertemu setelah sholat ‘ied yaitu:Taqabbalallahu minna wa minkum (semoga Allah menerima amal kami dan kalian) atau ahaal Allahu ‘alaika (Mudah-mudahan Allah memberi balasan kebaikan kepadamu) dan semisalnya.”
Telah diriwayatkan dari sejumlah sahabat Nabi bahwa mereka biasa melakukan hal tersebut. Imam Ahmad dan lainnya juga membolehkan hal ini. Imam Ahmad berkata, “Saya tidak akan memulai seseorang dengan ucapan selamat ‘ied, Namun jika seseorang itu memulai maka saya akan menjawabnya.” Yang demikian itu karena menjawab salam adalah sesuatu yang wajib dan memberikan ucapan bukan termasuk sunah yang diperintahkan dan juga tidak ada larangannya. Barangsiapa yang melakukannya maka ada contohnya dan bagi yang tidak mengerjakannya juga ada contohnya (Majmu’ al-Fatawaa, 24/253). Ucapan hari raya ini diucapkan hanya pada tanggal 1 Syawal.

8. Kemungkaran-kemungkaran yang terjadi pada hari raya

Saat hari raya, kadang kita terlena dan tanpa kita sadari kita telah melakukan kemungkaran-kemungkaran diantaranya:
  1. Berhias dengan mencukur jenggot (untuk laki-laki).
  2. Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram.
  3. Menyerupai atau tasyabuh terhadap orang-orang kafir dalam hal pakaian dan mendengarkan musik serta berbagai kemungkaran lainnya.
  4. Masuk rumah menemui wanita yang bukan mahrom.
  5. Wanita bertabarruj atau memamerkan kecantikannya kepada orang lain dan wanita keluar ke pasar dan tempat-tempat lain.
  6. Mengkhususkan ziarah kubur hanya pada hari raya ‘ied saja, serta membagi-bagikan permen, dan makanan-makanan lainnya, duduk di kuburan, bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, melakukan sufur (wanitanya tidak berhijab), serta meratapi orang-orang yang sudah meninggal dunia.
  7. Berlebih-lebihan dan berfoya-foya dalam hal yang tidak bermanfaat dan tidak mengandung mashlahat dan faedah.
  8. Banyak orang yang meninggalkan sholat di masjid tanpa adanya alasan yang dibenarkan syari’at agama, dan sebagian orang hanya mencukupkan sholat ‘ied saja dan tidak pada sholat lainnya. Demi Allah ini adalah bencana yang besar.
  9. Menghidupkan malam hari raya ‘ied, mereka beralasan dengan hadits dari Rasulullah:“Barangsiapa menghidupkan malam hari raya ‘iedul fitri dan ‘iedul adha, maka hatinya tidak akan mati di hari banyak hati yang mati.” (Hadits ini maudhu’/palsu sehingga tidak dapat dijadikan dalil).

sumber : https://www.arrahmah.com/kajian-islam/8-hal-yang-disunnahkan-saat-idul-fitri.html

Sabtu, 22 Oktober 2016

Sunnah Rasulullah Saat Berpakaian

  Pakaian menjadi suatu cerminan diri seseorang dalam kehidupan. Apa yang dikenakan dianggap merupakan ekspresi jiwa. Dalam Islam, pakaian memiliki kedudukan tinggi karena dapat menutup aurat dan menjaganya.

Bahkan, mendapat pahala jika mengikuti sunah-sunah berpakaian yang diajarkan Rasulullah SAW berikut ini. Aktivitas sehari-hari selalu bernilai ibadah jika dikerjakan dengan mengikuti aturan-Nya. Dan inilah yang dicontohkan Rasul agar kita mendapat keberkahan atas rutinitas yang dilakukan.

Termasuk untuk urusan berpakaian. Lima sunnah yang kerap dilakukan Rasulullah SAW ini hendaknya kita amalkan. Pastinya sebuah kebaikan jika Nabi terakhir ini selalu melakukan hal itu. Apa sajakah sunnah tersebut? Berikut informasinya.

1. Berpakaian yang Memiliki Warna Putih
Sunnah pertama Rasulullah SAW dalam berpakaian yang pertama adalah berpakaian yang memiliki warna putih. Pakaian berwarna putih dianggap lebih baik dibandingkan mengenakan pakaian lainnya. Akan tetapi Rasulullah SAW juga tidak pernah melarang umatnya untuk mengenakan pakaian berwarna lain.

Rasulullah SAW bersabda, “Pakailah pakaian putih, karena itu yang pakaian terbaik, dan kafanilah orang yang meninggal di antara kalin dengan kain tersebut,” (Shahih al-Jami’).

2. Berpakaian Gamis (Baju Kurung)
Tidak hanya mengenakan pakaian berwarna putih, Rasulullah SAW juga men-sunnahkan umatnya untuk berpakaian gamis. Yakni pakaian yang langsung yang menutupi seluruh tubuh hingga mata kaki.

Hal ini sesuai dengan hadis ini, “Baju yang disenangi Rasulullah SAW adalah gamis,” (Shahih al-Jami’).

3. Mendahulukan yang Kanan dalam Setiap Keadaan
Selain dari segi pakaian, ada juga sikap Rasulullah dalam berpakaian yakni mendahulukan yang kanan dalam setiap keadaan. ‘Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW selalu mendahulukan yang kanan dalam setiap pekerjaannya, seperti dalam bersuci, berjalan, dan memakai sandal,” (HR Muttafaq ‘Alaih).

4. Membaca Doa Setiap Memakai Baju Baru
Baju termasuk salah satu bentuk rezeki yang dilimpahkan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, apabila kita membeli baju baru, lalu mengenakannya maka bacalah doa agar baju tersebut menjadi lebih berkah.
Ini dia doanya, “Ya Allah, bagiMu segala puji, Engkau telah memberikan pakaian ini kepadaku. Aku memohon kepadaMu kebaikannya dan kebaikan yang tercipta baginya, dan aku berlindung kepadaMu dari keburukannya dan keburukan yang tercipta baginya ,” (Shahih al-Jami’).

5. Mendoakan Orang yang Mengenakan Pakaian Baru

Rasulullah SAW tidak hanya menganjurkan umatnya untuk membaca doa saat mengenakan baru. Akan tetapi, Rasulullah juga menganjurkan umatnya untuk mendoakan orang yang mengenakan pakaian baru.

Ummu Khalid RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah menerima hadiah baju dengan gambar-gambar warna hitam, beliau berkata, “Siapa di antara kalin yang ingin mengenakan baju ini?” orang-orang diam, dan Rasul berkata, “ Panggil Ummu Khalid ke sini!” Maka aku dibawa kepada Nabi dan aku dipakaikan pakaian itu kepadaku dengan tangan beliau sendiri. Beliau berkata, “Semoga kamu panjang umur sampai baju ini rusak dan usang.” Nabi mangatakan hal itu dua kali. (HR. Al-Bukhari).

Demikianlah informasi mengenai lima sunnah Rasulullah SAW saat berpakaian. Sebagai kaum muslimin, kita harus senantiasa mengikuti anjuran yang diberikan oleh Rasullah. Selain akan memperoleh pahala, anjuran tersebut tentu juga akan berdampak baik bagi kehidupan kita di dunia.


sumber : http://www.infoyunik.com/2016/02/lima-sunnah-rasulullah-saat-berpakaian.html

Adab Bertamu Dalam Islam

bertamu merupakan kegiatan sosial yang telah diatur adab dan etikanya dalam Islam. Di antara adab dan etika ketika bertamu adalah sebagai berikut:

1. Memilih Waktu Berkunjung
Hendaknya bagi orang yang ingin bertamu memilih waktu yang tepat untuk bertamu. Karena waktu yang kurang tepat terkadang bisa menimbulkan perasaan yang kurang enak bagi tuan rumah bahkan terkadang mengganggunya. Dikatakan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
“Rasulullah tidak pernah mengetuk pintu pada keluarganya pada waktu malam. Beliau biasanya datang kepada mereka pada waktu pagi atau sore.” (HR. al-Bukhari no. 1706 dan Muslim no. 1928)

2. Meminta Izin kepada Tuan Rumah
Hal ini merupakan pengamalan dari perintah Allah subhanahu wa ta’ala di dalam firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu agar kamu selalu ingat.” (An-Nur: 27)
Di antara hikmah yang terkandung di dalam permintaan izin adalah untuk menjaga pandangan mata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Meminta izin itu dijadikan suatu kewajiban karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR. al-Bukhari no.5887 dan Muslim no. 2156 dari sahabat Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu)
Rumah itu seperti penutup aurat bagi segala sesuatu yang ada di dalamnya sebagaimana pakaian sebagai penutup aurat bagi tubuh. Jika seorang tamu meminta izin terlebih dahulu kepada penghuni rumah, maka ada kesempatan bagi penghuni rumah untuk mempersiapkan kondisi di dalam rumahnya. Di antara mudharat yang timbul jika seseorang tidak minta izin kepada penghuni rumah adalah bahwa hal itu akan menimbulkan kecurigaan dari tuan rumah, bahkan bisa-bisa dia dituduh sebagai pencuri, perampok, atau yang semisalnya, karena masuk rumah orang lain secara diam-diam merupakan tanda kejelekan. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala melarang kaum mukminin untuk memasuki rumah orang lain tanpa seizin penghuninya. (Lihat Taisirul Karimir Rahman)
Adapun tata cara meminta izin adalah sebagai berikut:
a. Mengucapkan salam
Seseorang yang bertamu diperintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dahulu, sebagaimana ayat 27 dari surah An-Nur di atas. Pernah salah seorang sahabat dari Bani ‘Amir meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu sedang berada di rumahnya. Orang tersebut mengatakan, “Bolehkah saya masuk?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan pembantunya dengan sabdanya, “Keluarlah, ajari orang itu tata cara meminta izin, katakan kepadanya, “Assalamu ‘alaikum, bolehkah saya masuk?” Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut didengar oleh orang tadi, maka dia mengatakan, “Assalamu ‘alaikum, bolehkah saya masuk?” Akhirnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mempersilakannya untuk masuk ke rumah beliau. (HR. Abu Dawud no. 5177)
Perhatikanlah wahai pembaca rahimakumullah, perkataan “bolehkah saya masuk” atau yang semisalnya saja belum cukup, bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dulu. Bahkan mengucapkan salam ketika bertamu juga merupakan adab yang pernah dicontohkan oleh para malaikat (yang menjelma sebagai tamu) yang datang kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam sebagaimana yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di dalam firman-Nya (yang artinya):
“Ketika mereka (para malaikat) masuk ke tempatnya (Ibrahim) lalu mengucapkan salam.” (AdzDzariyat: 25)
b. Meminta izin sebanyak tiga kali
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Meminta izin itu tiga kali, jika diizinkan maka masuklah, jika tidak, maka pulanglah.” (HR. al-Bukhari no. 5891 dan Muslim no. 2153 dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)
Hadits tersebut memberikan bimbingan kepada kita bahwa batasan akhir meminta izin itu tiga kali. Jika penghuni rumah mempersilahkan masuk maka masuklah, jika tidak ada jawaban atau keberatan untuk menemui pada waktu itu maka pulanglah. Yang demikian itu bukan suatu aib bagi penghuni rumah tersebut dan bukan celaan bagi orang yang hendak bertamu, jika alasan penolakan itu dibenarkan oleh syariat. Bahkan merupakan penerapan dari firman Allah subhanahu wa ta’ala (yang artinya):
“Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, “Kembalilah, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (An-Nur: 28)
c. Jangan mengintip ke dalam rumah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Barang siapa mengintip ke dalam rumah suatu kaum tanpa izin mereka, maka sungguh telah halal bagi mereka untuk mencungkil matanya.” (HR. Muslim no. 2158 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Dalam hadits ini, terdapat ancaman keras dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi seseorang yang bertamu dengan mengintip atau melongok ke dalam rumah yang ingin dikunjungi. Maka bagi tuan rumah berhak untuk mengamalkan hadits ini ketika ada seseorang yang berbuat demikian tanpa harus memberi peringatan terlebih dahulu pada seseorang tersebut dan tidak ada baginya keharusan untuk membayar diyat (harta tebusan) ataupun qishash (hukuman balas) terhadap apa yang dia lakukan terhadap orang tersebut.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Hibban dan yang lainnya juga dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barang siapa melongok ke dalam rumah suatu kaum tanpa izin mereka, maka mereka boleh mencungkil matanya, tanpa harus membayar diyat dan tanpa qishash.” (Lihat Syarh Shahih Muslim dan Fathul Bari)

3. Mengenalkan Diri
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang kisah Isra` Mi’raj, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kemudian Jibril naik ke langit dunia dan meminta izin untuk dibukakan pintu langit. Jibril ditanya, “Siapa anda?” Jibril menjawab, “Jibril.” Kemudian ditanya lagi, “Siapa yang bersama anda?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Kemudian Jibril naik ke langit kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya di setiap pintu langit, Jibril ditanya, “Siapa anda?” Jibril menjawab, “Jibril.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dari kisah ini, al-Imam an Nawawi rahimahullah dalam kitabnya yang terkenal, Riyadhush Shalihin membuat bab khusus, “Bab bahwasanya termasuk sunnah jika seorang yang minta izin (bertamu) ditanya namanya, “Siapa anda?” maka harus dijawab dengan nama atau kunyah (panggilan dengan abu fulan/ ummu fulan) yang sudah dikenal, dan makruh jika hanya menjawab, “Saya” atau yang semisalnya.” Ummu Hani` radhiyallahu ‘anha, salah seorang sahabiyah mengatakan, “Aku mendatangi Nabi ketika beliau sedang mandi dan Fathimah menutupi beliau. Beliau bersabda, “Siapa ini?” Aku katakan, “Saya Ummu Hani`.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Demikianlah bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang langsung dipraktikkan oleh para sahabatnya, bahkan beliau pernah marah kepada salah seorang sahabatnya ketika kurang memperhatikan adab dan tata cara yang telah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bimbingkan ini. Sebagaimana dikisahkan oleh Jabir radhiyallahu ‘anhu,
“Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian aku mengetuk pintunya, beliau bersabda: “Siapa ini?” Aku menjawab, “Saya.” Maka beliau pun bersabda, “Saya, saya.” Seolah-olah beliau tidak menyukainya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

4. Menyebutkan Keperluannya
Di antara adab seorang tamu adalah menyebutkan urusan atau keperluan dia kepada tuan rumah supaya tuan rumah lebih perhatian dan menyiapkan diri ke arah tujuan kunjungan tersebut, serta dapat mempertimbangkan dengan waktu dan keperluannya sendiri. Hal ini sebagaimana kisah para malaikat yang bertamu kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya):
“Ibrahim bertanya, “Apakah urusanmu wahai para utusan?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa.” (Adz-Dzariyat: 32)

5. Memintakan izin untuk tamu yang tidak diundang.
Jika bertamu dalam rangka memenuhi undangan, namun ada orang lain yang tidak diundang ikut bersamanya, maka hendaknya mengabarkan kepada tuan rumah dan memintakan izin untuknya. Hal ini pernah dialami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana kisah sahabat Abu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
“Di kalangan kaum Anshar ada seseorang yang dikenal dengan panggilan Abu Syu’aib. Dia mempunyai seorang budak penjual daging. Abu Syu’aib berkata kepadanya, “Buatlah makanan untukku, aku akan mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama empat orang lainnya. Maka dia pun mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama empat orang lainnya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang bersama 4 orang lainnya, ternyata ada seorang lagi yang mengikuti mereka, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya anda mengundang kami berlima, dan orang ini telah mengikuti kami, jikalau anda berkenan anda dapat mengizinkannya dan jika tidak anda dapat menolaknya.” Maka Abu Syu’aib berkata, “Ya, saya mengizinkannya.” (HR. al-Bukhari no. 5118 dan Muslim no. 2036)

6. Tidak Memberatkan Tuan Rumah dan Segera Kembali ketika Urusannya Selesai.
Bagi seorang tamu hendaknya berusaha tidak membuat repot atau menyusahkan tuan rumah dan segera kembali ketika urusannya selesai. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya):
“…tetapi jika kalian diundang maka masuklah, dan bila telah selesai makan kembalilah tanpa memperbanyak percakapan…” (Al-Ahzab: 53)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Jamuan tamu itu tiga hari dan perjamuannya (yang wajib) satu hari satu malam. Tidak halal bagi seorang muslim untuk tinggal di tempat saudaranya hingga menyebabkan saudaranya itu terjatuh dalam perbuatan dosa. Para sahabat bertanya, “Bagaimana dia bisa menyebabkan saudaranya terjatuh dalam perbuatan dosa?” Beliau menjawab, “Dia tinggal di tempat saudaranya, padahal saudaranya tersebut tidak memiliki sesuatu yang bisa disuguhkan kepadanya.” (HR. Muslim no. 48 dan Abu Dawud no. 3748 dari sahabat Abu Syuraih al-Khuza’i radhiyallahu ‘anhu)
Disebutkan oleh para ulama bahwa perjamuan yang wajib dilakukan tuan rumah kepada tamu hanya satu hari satu malam (24 jam). Jamuan tiga hari berikutnya hukumnya mustahab (sunnah) dan lebih utama. Adapun jika lebih dari itu maka sebagai sedekah. Maka dari itu, bagi tamu yang menginap kalau sudah lewat dari tiga hari hendaknya meminta izin kepada tuan rumah. Kalau tuan rumah mengizinkan atau menahan dirinya maka tidak mengapa bagi si tamu tetap tinggal, dan jika sebaliknya maka wajib bagi si tamu untuk pergi. Karena keberadaan si tamu yang lebih dari tiga hari itu bisa mengakibatkan tuan rumah terjatuh dalam perbuatan ghibah, atau berniat untuk menyakitinya atau berburuk sangka. (Lihat Syarh Shahih Muslim)

7. Mendoakan Tuan Rumah
Hendaknya seorang tamu mendoakan tuan rumah atas jamuan yang dihidangkan kepadanya. Di antara doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِيْ مَا رَزَقْتَهُمْ وَاغْفِرْ لَهُمْ وَ ارْحَمْهُمْ
“Ya Allah berikanlah barakah untuk mereka pada apa yang telah Engkau berikan rizki kepada mereka, ampunilah mereka, dan rahmatilah mereka.” (HR. Muslim no. 2042 dari sahabat Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu)


Sumber: http://buletin-alilmu.com

OLAHRAGA YANG DILAKUKAN RASULULLAH


Rasulullah shallalahualaihi wasallam mentradisikan beberapa olahraga bagi kaum muslimin di zaman beliau. Olahraga ini dilakukan tak hanya agar badan kuat tapi agar hati juga memperoleh kegembiraan. Karena Islam toh tak melulu masalah ibadah, tapi juga masalah kemanusiaan yang butuh refreshing. Diantara hiburan-hiburan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Lomba Lari Cepat

Para sahabat terbiasa melakukan perlombaan lari cepat, dan Nabi saw mengizinkannya (sunnah taqririyah). Rasulullah sendiri mengadakan pertandingan dengan istrinya guna memberikan kesegaran, dan beliau juga mengajarkan kepada sahabat-sahabatnya sebagaimana diceritakan oleh Siti Aisyah radhiyallahu �anhu: “Rasulullah bertanding dengan saya dan saya menang. Ketika saya berhenti sehingga badan saya menjadi gemuk, Rasulullah saw bertanding lagi dengan saya dan beliau menang. Lalu beliau bersabda : Kemenangan ini untuk kemenangan itu.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).

2. Gulat

Rasulullah pernah bergulat dengan seorang laki-laki bernama Rukanah yang terkenal kekuatannya, dan permainan ini dilakukannya selama beberapa kali. Dalam satu hadits riwayat Abu Daud dijelaskan, “Sesungguhnya Rasulullah gulat dengan Rukanah yang terkenal kekuatannya itu, kemudian ia berkata; Domba lawan domba. Kemudian Rasulullah bergulat dan beliau bersabda : Berjanjilah denganku untuk (melakukan gulat) lagi di lain waktu. Kemudian Rasulullah bergulat seraya bersabda: Berjanjilah denganku, lalu Rasulullah saw bergulat untuk ketiga kalinya. Kemudian orang itu bertanya; apa yang harus saya katakan kepada keluargaku? Rasulullah saw menjawab: Katakan “domba telah dimakan oleh serigala, dan seekor dombapun lari.” Kemudian apa pula yang saya katakan untuk yang ketiga? Rasulullah saw menjawab : Kami tidak dapat mengalahkan kamu untuk bergulat karena itu ambillah hadiahmu.” (HR. Abu Daud).

3. Memanah

Di antara hiburan yang dibenarkan oleh syara’ adalah memanah. Pada suatu saat Rasulullah shaLlalahu �alaihi wasallam berjalan-jalan menjumpai sekelompok sahabat yang sedang mengadakan pertandingan memanah, lalu Rasulullah bersabda : “Lemparlah panahmu itu, dan saya bersama kamu sekalian.” (HR. Bukhari).

Pertandingan memanah itu bukan sekadar hobi atau permainan semata, tetapi salah satu cara untuk mempersiapkan kekuatan sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta�ala : “Dan bersiap-siaplah kamu sekalian untuk menghadapi mereka (musuh) dengan kekuatan yang kamu miliki.” (QS. Al Anfal : 61).

Ketika menjelaskan ayat ini, Rasulullah bersabda : “Ketahuilah bahwa yang dimaksud kekuatan itu adalah memanah, beliau mengucapkannya tiga kali.” (HR. Muslim). Di dalam hadits lain juga dijelaskan : “Kamu harus belajar memanah, karena memanah itu termasuk sebaik-baik permainanmu.” (HR. Bazzar dan Thabrani).

Namun demikian, Rasulullah mengingatkan para sahabat agar tidak menjadikan binatang-binatang jinak dan sebagainya sebagai sasaran latihan, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang Arab Jahiliyah. Ibnu Umar mengatakan: “Sesungguhnya Rasulullah melaknat orang yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran memanah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Larangan menjadikan hewan jinak (selain berburu) sebagai sasaran memanah karena terdapat unsur penyiksaan terhadap binatang. Oleh karena itu, Rasulullah juga melarang mengadu binatang sebagaimana yang dilakukan oleh orang Arab Jahiliyah, yaitu mereka membawa dua ekor domba dan sapi untuk diadu sampai mati.

4. Bermain Anggar

Dalam hal ini Rasulullah memperkenankan orang-orang Habasyah (Ethiopia) bermain anggar di dalam masjid Nabawi dan beliau pun membolehkan pula kepada Aisyah untuk menyaksikan permainan itu. Ketika Umar bin Khattab bermaksud melarang orang-orang Habasyah yang sedang bermain anggar, lalu Nabi saw mencegah sikap Umar itu. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu �anhu, ia berkata : “Ketika orang-orang Habasyah sedang bermain anggar di hadapan Nabi , tiba-tiba Umar masuk kemudian mengambil kerikil dan melemparkannya kepada mereka. kemudian Rasulullah berkata kepada Umar : Biarkanlah mereka itu, wahai Umar.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ini merupakan suatu kelapangan dari Rasulullah dengan mengizinkan permainan seperti ini dilakukan di masjidnya yang mulia, karena permainan semacam ini dimaksudkan sebagai permainan yang bermotif latihan dan bukan sekadar permainan dan hiburan belaka.

5. Pacuan Kuda

Hadits-hadits Nabi yang memberikan motivasi terhadap permainan pacuan kuda cukup banyak. Salah satunya adalah hadits riwayat Muslim yang berbunyi : “Sesungguhnya Rasulullah pernah mengadakan pacuan kuda dan memberi hadiah kepada pemenangnya.” (HR. Muslim). 6.

6. Berburu

Hiburan atau permainan yang bermanfaat yang juga dibenarkan oleh Islam adalah berburu. Berburu itu hakikatnya adalah hiburan, olah raga sekaligus bekerja, baik dengan menggunakan alat seperti tombak, panah maupun menggunakan anjing buruan. Aktivitas semacam ini diperbolehkan baik dalam al-Qur’an maupun hadits Nabi .


(tulisan diintisarikan dari buku Halal dan Haram dalam Islam oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi)

Kisah Beberapa Hari Sebelum Wafatnya Nabi Muhammad SAW


Inilah kisah beberapa hari sebelum wafatnya Nabi Muhammad SAW, sang manusia agung. Kehadiran Nabi Muhammad SAW pada dunia adalah pembawa rahmat keseluruh alam. Ketika lahirnya, seluruh makhluk penghuni langit dan bumi merasa gembira, bahkan ikan-ikan dilaut merasa sangat senang. Semua berhala sembahan manusia terjatuh dan api yang tak pernah kunjung padam dipersia sebagai sembahan mereka Padam seketika, Dan tidak hidup lagi. Sebaliknya pula, ketika beliau pergi meninggalkan dunia ini, semua alam bersedih. Seakan tidak rela berpisah terhadap beliau.
Sesuai dengan apa yang dikisahkan oleh sahabat nabi yang bernama Anas bin Malik “Tiada hari yang paling indah dan cerah selain hari kedatangan Nabi Muhammad Saw. ke Madinah. Dan tiada hari yang lebih mendung dan muram daripada hari ketika Rasulullah Saw. wafat di Madinah”.
Berikut kisah beberapa hari sebelum wafatnya Nabi Muhammad SAW
Minggu, 4 Rabi’ul Awwal 11 H (Seminggu sebelum wafat)
Nabi Muhammad Saw. baru saja kembali dari ziarah maqam para shahabat (baqi’), ketika Malaikat Jibril menemui Beliau dan mengajukan dua pilihan. Apakah Rasulullah menginginkan dunia dan segala isinya, atau bertemu Allah Swt? Dan Rasulullah Saw memilih opsi kedua.
Setibanya di rumah, Aisyah ra. menyambut Rasulullah seraya berkata; “Wahai Rasul, kepalaku pusing”. Rasulullah-pun tersenyum, “Demi Allah wahai istriku, kepalaku juga pusing sekali”. Lalu Rasulullah bertanya kepada Aisyah sambil bersendagurau, “Apa yang menjadi beban pikiranmu, bila engkau meninggal duluan sebelum aku?”
Sambil bersenda mesra Aisyah menjawab, “Demi Allah, jika demikian wahai Muhammad, Engkau tinggal menjumpai istri-istrimu yang lain”. Rasulullah tersenyum mendengar jawaban Aisyah, dan Beliau tidur pada malam itu dalam keadaan sakit. Inilah permulaan sakit Rasulullah yang menyebabkan wafatnya beliau.
Rabu, 7 Rabi’ul Awwal 11 H (Lima hari sebelum wafat)
Seperti biasa Nabi Muhammad Saw. mengunjungi istri-istrinya secara adil. Dan setibanya di rumah Maimunah ra, sakit Beliau tiba-tiba bertambah parah. Lalu Rasulullah memanggil istri-istrinya untuk berkumpul, lalu meminta izin agar bisa dirawat di rumah Aisyah ra. Keadaan Rasulullah semakin parah, beliau terpaksa dipapah oleh  Fadhil bin ‘Abbas dan Ali bin Abi Thalib menuju ke rumah Aisyah, sedang kedua kaki Beliau sudah tidak bisa menapak tanah.
Kamis, 8 Rabi’ul Awwal 11 H (Empat hari sebelum wafat)
Rasulullah meminta dibawakan untuknya tujuh bejana berisi air dari tujuh sumur yang berbeda. Dalam posisi duduk, Rasulullah dimandikan dengan air tersebut. Karena merasa pusingnya agak berkurang, Rasulullah keluar dan berkhutbah di hadapan ummatnya. Dan pada hari itu juga, Rasulullah masih sempat shalat magrib berjamaah bersama para shahabat.
Itu merupakan khutbah terakhir Rasulullah, dan shalat terakhir beliau bersama para sahabat dan pengikutnya.  
Minggu, 11 Rabi’ul Awwal 11 H (Satu hari menjelang wafat)
Nabi Muhammad Saw. membebaskan semua hamba sahayanya, dan menghibahkan seluruh peralatan perangnya kepada kaum muslimin. Tidak ada yang tersisa dari harta Beliau kecuali disedekahkan semuanya.
Senin pagi, 12 Rabi’ul Awwal 11 H (Hari wafatnya Rasulullah)
Ketika kaum muslimin sedang menunaikan sholat shubuh berjama’ah, dan Abu Bakar r.a bertindak sebagai imam. Rasulullah membuka pintu rumahnya yang bersebelahan dengan jama’ah shalat. Rasulullah tersenyum menyaksikan para shahabatnya mendirikan shalat. Beliau teringat perjuangan menyebarkan Islam yang telah beliau tempuh bersama para shahabatnya itu selama 23 tahun.
Abu Bakar dan sebahagian jamaah sadar kalau Rasulullah sedang memperhatikan mereka di depan pintu rumahnya. Nyaris saja Abu Bakar melangkah mundur sebagai isyarat agar Rasulullah mengimami mereka, namun Rasulullah berkata, “Lanjutkan shalat kalian..” Rasulullah tersenyum dan menutup kembali pintu rumahnya.
Itu adalah kali terakhir para shahabat melihat Rasulullah sebelum beliau wafat. Dan juga kali terakhir Rasulullah melihat para shahabat, dan saat itu mereka dalam keadaan sedang shalat.
Senin, waktu dhuha, 12 Rabi’ul Awwal 11 H (Hari wafatnya Rasulullah)
Fathimah ra., putri Rasulullah Saw mendatangi beliau, dan duduk di sebelah kanan Rasulullah. “Selamat datang wahai putriku” Sapa Rasulullah. Lalu beliau membisikkan sesuatu kepada Fathimah, seketika Fatimah menangis. Rasulullah membisikkan untuk kedua kalinya, dan seketika itu pula Fatimah tertawa. 
 “Apa yang dikatakan Rasulullah Saw kepadamu?” Tanya Aisyah ra.
“Pertama, Rasulullah membisikkan kepadaku; ‘Bahwa Malaikat Jibril biasanya menemuinya sekali dalam setahun untuk membacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Namun, tahun ini Jibril dua kali menemuinya. Ini mungkin pertanda ajalnya sudah dekat’. Makanya aku menangis”. Jawab Fatimah Ra.
Lalu Fatimah melanjutkan, “Yang kedua, Rasulullah menanyakan, ‘Apa kamu bersedia menjadi yang pertama dari keluargaku yang akan melanjutkan perjuanganku? Atau bersediakah engkau menjadi ‘Ibu bagi orang-orang yang beriman(ummahatulmukminin)?’ Dan aku tertawa haru mendengar pertanyaan itu”, tuntas Fatimah ra.
Ini adalah dialog terakhir antara Rasulullah dengan putri tercintanya Fatimah Ra.
Senin, detik-detik wafatnya Rasulullah, 12 Rabi’ul Awwal 11 H
Di detik-detik terakhir, datang Abdurrahman bin Abubakar (Abang dari Aisyah ra) dan ia membawa siwak (kayu yang biasa digunakan untuk membersihkan gigi). Aisyah melihat Rasulullah memperhatikan siwak tersebut, dan lewat isyarat istrinya tahu Beliau seperti ingin bersiwak saat itu. Lalu Rasulullah duduk bersandar pada Abdurrahman. Aisyah ra. langsung tanggap dan meminta siwak dari Abdurrahman agar Rasulullah bisa bersiwak, dan bersiwak adalah pekerjaan Rasulullah yang terakhir sebelum menemui ajal.
Setelah selesai bersiwak, Rasulullah memandang ke atas, dan bibir beliau berkomat-kamit pelan hingga Aisyah ra mendekatkan wajahnya dan mendengar Rasulullah berdo’a :
مع الذين أنعمت عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين، أللهم اغفرلي وارحمني والحقني بالرفيق الأعلى.. أللهم الرفيق الأعلى.. أللهم الرفيق الأعلى.. أللهم الرفيق الأعلى..
Artinya:
Sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri nikmat dari golongan para Nabi, orang-orang yang jujur, para syuhada dan para shalihin. Wahai Allah, ampunilah dosaku, sayangilah aku, dan pertemukan aku dengan-Mu (Kekasihku Yang Maha Tinggi). Wahai Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi.. Wahai Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi.. Wahai Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi.
Setelah membaca kalimat di atas, Nabi Muhammad Rasulullah membasuh wajahnya dengan air yang tersedia di sisi beliau, dan kembali melafadhkan:
إن للموت لسكرات.. أللهم الرفيق الأعلى.. أللهم الرفيق الأعلى.. أللهم الرفيق الأعلى..
Artinya:
Sesungguhnya kematian itu akan menghadapi ‘sakaratulmaut’, Wahai Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi.. Wahai Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi.. Wahai Allah, Kekasihku Yang Maha Tinggi..”
Lalu Rasulullah-pun menghembuskan nafas terakhirnya.. setelah menyampaikan pesan terakhir Beliau kepada ummatnya;
الصلاة.. الصلاة.. الصلاة.. وما ملكت أيمانكم
(Dirikanlah shalat, shalat, shalat! Dan bebaskan budak-budakmu..!)
Semoga Apa yang kita baca ini dapat menambah kecintaan kita kepada Nabi kita Muhammad SAW. Dan Mari kita berniat Untuk Mengamalkan Segala Sunnahnya Insya Allah !!
Baca Kisah detik kewafatan Rasulullah selengkapnya disini



Disarikan dari http://k-islamic.blogspot.com/

Minggu, 16 Oktober 2016

10 Amal Ibadah Pada Bulan Puasa (Ramadhan) Sesuai Sunnah Rasul SAW

10 Amalan Sunah Bulan Puasa Ramadhan Yang Dicontohkan Rasul SAW — Bulan Ramadhan bagi umat muslim seluruh dunia merupakan bulan penuh berkah, hikmah dan ampunan, karena berbagai amal perbuatan dapat menjadi pahala yang berkali lipat. Bahkan pada posting sebelumnya telah diceritakan bagaimana tidurnya orang yang berpuasa dibulan Ramadhan adalah pahala.
MENGAJI-ALQURAN
Belanja Online Praktis dan Diskon besar dibulan Ramadhan: http://www.lazada.co.id/ramadhan-sale/
Maka dari itu, merupakan hal yang sia-sia jika pada kesempatan bulan Ramadhan ini kita tidak berlomba-lomba mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya. Umur seseorang hanya Allah SWT yang mengetahuinya, selagi kita masih bertemu bulan Ramadhan bulan seribu bulan ini, sangat beruntung bagi umat muslim yang mau menjalankan sunah-sunah demi mengejar pahala.
Nabi besar kita, Muhammad SAW telah mencontohkan kepada umat amalan sunah-sunah yang dapat dilakukan pada bulan suci Ramadhan. Jadi apalagi yang kita tunggu? Berikut ini beberapa sunah ibadah sesuai sunnah Rasul SAW.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [QS. Al-Baqarah (2): 183]
Berikut ini adalah amalan-amalan yang dianjurkan selama bulan puasa ramadhan sesuai sunnah rasul saw:
1. Menyegerakan Berbuka Puasa
Apabila telah datang waktu berbuka puasa, hendaklah menyegerakan berbuka, karena didalamnya terdapat banyak kebaikan. Rosulullah SAW bersabda :
لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا الْفِطْرَ – رواه الشيخان
“Manusia akan sentiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
2. Melaksanakan Makan Sahur
تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِى السَّحُرِ بَرَكَةٌ – الشيخان –
“Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Membaca Al-Qur’an (Tilawah)
Ayat Al-Qur’an diturunkan pertamakali pada bulan Ramadhan. Maka tak heran jika Rasulullah SAW sering dan lebih banyak membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan dibandingkan di bulan-bulan lain.
Imam Az-Zuhri berkata, “Apabila datang Ramadhan, maka kegiatan utama kita selain berpuasa adalah membaca Al-Qur’an.” Bacalah dengan tajwid yang baik dan tadabburi, pahami, dan amalkan isinya. Insya Allah, kita akan menjadi insan yang berkah.
Buatlah target untuk diri anda sendiri. Jika di bulan-bulan lain kita khatam membaca Al-Qur’an dalam sebulan, maka misalnya di bulan Ramadhan kita bisa memasang target dua kali khatam. Lebih baik lagi jika ditambah dengan menghafal satu juz atau surat tertentu. Hal ini bisa juga dijadikan program unggulan bersama keluarga.
4. Memberikan Makanan Berbuka Puasa (Ith’amu ath-tha’am)
مَنْ فَطَرَ صَائِمًا فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ وَلَا يَنْقُصُ مِنْ اَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئٌ – صحيح النسائى و الترمذى
“Barang siapa yang memberikan makanan berbuka kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa itu” (Shohih Nasa’i dan Tirmidzi)
Amal ibadah mulia ini dapat Anda manfaatkan bersama tetangga atau anak-anak yatim yang bermukim disekitar rumah Anda. Memberikan makanan ini hanya satu contoh yang dapat kita terapkan dalam hal berbagi rezki kepada sesama umat. Hal ini juga perlu dibiasakan, agar setelah selesai bulan Ramadhan, hal ini tidak punah begitu saja.
5. Berdakwah
Jangan sia-siakan momen Ramadhan kali ini. Sepanjang bulan Ramadhan kita punya kesempatan berdakwah karena pastinya suasana Ramadhan sudah sangat terasa dimana-mana dan tiap orang siap menerima nasihat.
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung” (TQS. Al-Imran[3] : 104)
Namun pastikan jika Anda memberi nasihat haruslah ada dalilnya. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw: “Barangsiapa menunjuki kebaikan, baginya pahala sebagaimana orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun.”
6. Shalat Tawawih (Qiyamul Ramadhan)
Ibadah sunnah yang khas di bulan Ramadhan adalah shalat tarawih (qiyamul ramadhan). Dan yang paling penting diingat ialah shalat tarawain dapat dilakukan dirumah sekalipun.
Rasulullah saw pernah merasa khawatir karena takut shalat tarawih dianggap menjadi shalat wajib karena semakin hari semakin banyak yang ikut shalat berjamaah di masjid sehingga beliau akhirnya melaksanakan shalat tarawih sendiri di rumah. *Baca Juga: Etika Shalat Tarawih & Witir
7. I’tikaf
Inilah amaliyah ramadhan yang selalu dilakukan Rasulullah saw. I’tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan niat beribada kepada Allah swt. Abu Sa’id Al-khudri meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah beri’tikaf pada awal Ramadhan, pertengahan Ramadhan, dan paling sering di 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
ayangnya, ibadah ini dianggap berat oleh kebanyakan orang Islam, jadi sedikit yang mengamalkannya. Hal ini dikomentari oleh Imam Az-Zuhri, “Aneh benar keadaan orang Islam, mereka meninggalkan i’tikaf padahal Rasulullah tidak pernah meninggalkannya sejak beliau datang ke Madinah sampai beliau wafat.”
8. Lailatul Qadar
Ada bulan Ramadhan ada satu malam yang istimewa: lailatul qadar, malam yang penuh berkah. Malam itu nilainya sama dengan seribu bulan. Rasulullah saw. amat menjaga-jaga untuk bida meraih lailatul qadar. Maka, Beliau menyuruh kita mencarinya di malam-malam ganjil pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Kenapa? Karena, “Barangsiapa yang shalat pada malam lailatul qadar berdasarkan iman dan ihtissab, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” Begitu kata Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Bahkan, untuk mendapatkan malam penuh berkah itu, Rasulullah saw. mengajarkan kita sebuah doa, “Allahumma innaka ‘afuwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii.” Ya Allah, Engkaulah Pemilik Ampunan dan Engkaulah Maha Pemberi Ampun. Ampunilah aku.
9. Umrah
Jika Anda punya rezeki cukup, pergilah umrah di bulan Ramadhan. Karena, pahalanya berlipat-lipat. Rasulullah SAW. berkata kepada Ummu Sinan, seorang wanita Anshar, agar apabila datang bulan Ramadhan, hendaklah ia melakukan umrah, karena nilainya setara dengan haji bersama Rasulullah saw. (HR. Bukhari dan Muslim)
10. Bertaubat
Selama bulan Ramadhan, Allah SWT membukakan pintu ampunan bagi seluruh hambanya. Karena itu, bulan Ramadhan adalah kesempatan emas bagi kita untuk bertaubat kembali ke fitrah kita.
11. Zakat Fitrah
Zakat fitrah wajib dibayarkan sebelum hari Ramadhan berakhir oleh umat Islam, baik lelaki-perempuan, dewasa maupun anak-anak. Tujuannya untuk mensucikan orang yang melaksanakan puasa dan untuk membantu fakir miskin.
Itulah beberapa amalan ibadah mulia yang diajarkan oleh Nabi besar kita Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan. Semoga kita dapat mengerjakan semua amalan ibadah tersebut dengan niat ikhlas dan mengharap ridho HANYA dari Allah SWT. Amiin.
Sumber: http://duniaislam.kangismet.net/http://sunnahrasulsaw.wordpress.com/http://www.pesantrenvirtual.com/


Kamis, 22 September 2016

Cara Hidup Sehat Ala Rasulullah Yang Diterapkan Semasa Hidupnya


1. Duduk Saat Makan Dan Minum

Saat sedang makan atau minum, Rasulullah selalu duduk daam menjalaninya. Saat seseorang duduk,  secara medis ternyata rongga dalam sistem pencernaan (perut) berbeda bila seseorang dalam keadaan posisi berdiri.
Rongga dalam sistem pencernaan menjadi lebih terbuka sehingga kemudian saat makanan atau minuman ditelan maka sistem pencernaan tubuh telah siap menerimanya. Ketika pencernaan makanan telah siap menerima maka tidak ada paksaan agar sistem pencernaan tersebut bekerja secara keras.

Berbeda bila makan dan minum dilakukan secara berdiri maka katub dalam sistem pencernaan belum sepenuhnya terbuka sehingganya ketika makanan atau minuman datang maka system pencernaan akan bekerja keras untuk mencernanya dan bila hal itu tarus berlangsung lama-kelamaan system pencernaan menjadi lemah sehingga kemudian menimbulkan gangguan-gangguan kesehatan pada seseorang.

2. Rajin Melakukan Puasa

Dalam menjalani hidupnya, Rasulullah selalu melakukan Puasa Sunnah. Selain puasa Ramadhan umat muslim banyak yang melakukan puasa sunnah terutama pada hari Senin dan Kamis.
Bagi umat muslim, selain mendapatkan pahala ternyata secara medis pun puasa sangat berpengaruh penting bagi kesehatan fisik dan  psikologis seseorang. Saat berpuasa kinerja organ tubuh akan menjadi lebih rilek dan tenang sehingga emosi lebih mudah terkontrol dan pikiran jauh dari stress.
 Dan secara kesehatan fisik, puasa akan mengontrol jumlah makanan dan minuman dalam tubuh menjadi lebih teratur dan tidak berlebih dengan demikian maka kinerja organ pencernaan pun akan berjalan seimbang.

3. Makan Menggunakan Tangan Kanan

Walaupun semasa hidup Rasulullah Saw telah memiliki peralatan makan alami seperti bejana atau lainnya, namun saat makan Rasulullah saw selalu menggunakan tangan kanan dan hal ini menjadi sunnah yang banyak diikut umat muslim.
Perlu diketahui ternyata hasil penelitian medis, tangan kanan yang bergerak pada waktu makan syaraf otak kiri akan tetap bekerja dan selalu aktif. Hal ini berfungsi untuk melatih dan menjaga otak kiri menghasilkan pikiran yang tetap fokus dan selalu aktif.

4. Keseimbangan Waktu Istirahat Tubuh

Secara medis, tubuh sangat dianjurkan untuk beristirahat secara cukup. Tahukah Anda ternyata Rasulullah telah menerapkan hal itu semasa hidupnya. Lalu bagaimana Rasulullah melakukannya? Setiap hari Rasullah Saw membagi waktu dalam aktifitasnya dan tetap memberikan keseimbangan agar tubuh tercukupi dalam beristirahat.
Nabi Muhammad SAW selalu membagi waktu menjadi 3 bagian, dimana 1/3 waktu dipergunakan untuk bekerja urusan dunia, kemudian 1/3 lagi digunakan untuk urusan akhirat (beribadah) dan 1/3 terakhir digunakan untuk beristirahat.
Dalam kajian medis tubuh membutuhkan waktu istirahat sebanyak 8 jam dalam sehari dan hal tersebut tentunya berasal dari 1/3 waktu beristirahat yang diterapkan oleh Rasulullah saw dalam keseharinya.

5. Makan Sebelum Lapar dan Berhenti Sebelum Kenyang

Selain, mengkonsumsi makanan yang baik dan halal, Rasulullah telah memberikan teladan untuk hidup sehat dengan cara makan sebelum lapar dan berhenti sebelum perut kenyang. Hal ini berarti seseorang diharuskan untuk makan tidak secara berlebihan.
 Secara medis hal ini ampuh dalam hal memelihara kesehatan organ pencernaan tubuh terutama lambung, dimana saat makanan dan minuman masuk secara berlebih maka organ perncernaan akan bekerja sangat keras untuk mencerna itu semua hal ini justru akan melemahkan kinerja sistem pencernaan tubuh dan akan menimbulkan penyakit dan gangguang kesehatan lainnya.


Ads Inside Post